Spanyol didaulat sebagai salah satu tim terhebat sepanjang masa setelah tiga kali berturut-turut memenangi tiga turnamen besar internasional (AFP)
Mereka telah menciptakan sejarah dan memang pantas (menang)"
Berita Terkait
Kiev, Ukraina (ANTARA News) - Spanyol Yang Agung telah mendapatkan tempatnya di barisan tim-tim akbar dunia setelah melumat juara dunia empat kali Italia 4-0 guna mempertahankan gelar Juara Eropa, Senin dini hari tadi.

Itu adalah marjin kemenangan terbesar yang tak pernah tercipta pada segala final Piala Dunia dan Piala Eropa.  Uniknya itu dicapai tanpa bantuan striker murni.

Keberhasilan mereka telah mengubah buku pedoman sepakbola dan catatan rekor.

Gol-gol dari David Silva, Jordi Alba dan dua pemain pengganti Fernando Torres dan Juan Mata memberi Sang Juara Dunia kemenangan yang teramat mudah atas Italia yang pada 30 menit terakhir harus bermain sepuluh orang karena seorang pemainnya cedera.

"Itu adalah laga terbesar bagi pemain-pemain kami, mereka mengendalikan permainan," kata pelatih Spanyol Vicente Del Bosque kepada reporter seperti dikutip Reuters.

"Hal terpenting adalah menciptakan beberapa gol. Kami memang punya striker tapi kami memutuskan untuk memainkan pemain-pemain yang tampil lebih bagus menurut gaya kami."

Pelatih Italia Cesare Prandelli menambahkan: "Mereka telah menciptakan sejarah dan memang pantas (menang) - mereka punya banyak pemain yang telah berusaha dan teruji di level ini dan sekalipun mereka tidak bermain dengan striker murni mereka tetaplah bisa menyulitkan Anda."

Ketika penampilan gemilang Spanyol memberi mereka sukses yang memang amat layak didapatkannya, apa yang telah mereka capai perlu ditempatkan pada perspektif sejarah, dengan mengesampingkan pola umpan pendek tiki-taka mereka yang dikritik habis-habisan selama turnamen.

Spanyol telah menjadi negara pertama yang memenangi tiga turnamen besar di era modern setelah sukses mereka pada Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia dua tahun kemudian.  Mereka kini menyamai rekor Jerman, tiga kali Juara Eropa.

Rekor-rekor pun pecah

Kemenangan Senin dini hari tadi juga melampaui rekor skor kemenangan besar Jerman Barat yang diasuh pelatih Helmut Schoen yang menang 3-0 pada final Piala Eropa 1972 melawan Uni Soviet.

Dua tahun kemudian Schoen memimpin Jerman Barat memenangi Piala Dunia, sebuah sukses langka untuk seorang pelatih sebelum kemudian Del Bosque menyamainya Senin dini hari WIB tadi.

Sementara Fernando Torres menjadi pemain pertama yang mencetak gol pada dua final Piala Eropa.

Bersama dengan rekan setimnya di Chelsea dan sesama pemain pengganti Juan Mata, dia menjadi pemain yang berlimpah tropi juara, setelah sebelumnya mengantarkan klubnya memenangani Liga Champions dan Juara Eropa sekaligus di musim sama.

Rekor lainnya juga pecah kala para pemain Spanyol mendefinisikan ulang apa yang dimaksud dengan sukses pada tingkat elite permainan di era modern.

Memulai tanpa striker murni karena David Villa tidak bugar selama turnamen dan penampilan Torres yang angin-anginan, Del Bosque menggantungkan keyakinannya para gelandang penyihirnya yaitu Cesc Fabregas, Andres Iniesta, Xavi, Xabi Alonso dan si tanpa kompromi Sergio Busquets.

Mereka berenam mencitpakan peluang demi peluang untuk Spanyol dan mereka tahu bagaimana memanfaatkannya.

Gol kedua Spanyol datang dari bek kiri Jordi Alba, yang menusuk pertahanan kaku bagaikan seorang gelandang, menjemput bola dari operan Xavi Hernandez bagaikan sprinter Usain Bolt yang membawa tongkat lari estafet sebelum kemudian melesat menjadi yang pertama.

Juara dunia empat kali Italia berada terancam kalah dalam waktu cepat manakala pada menit 14 Spanyol unggul lewat sundulan si mungil David Silva.

Tugas yang mustahil

Italia meladeni tekanan Spanyol dengan delapan kali upaya menciptakan gol, namun mereka malah tertinggal 0-2 menjelang babak pertama usai. Sementara striker mereka Mario Balotelli tampil buruk malam itu, sehingga tugas pun menjadi kian sulit.

Playmer yang juga gelandang Andrea Pirlo yang tampil begitu mengesankan di babak-babak awal, juga memudar. Dia tampak menitikkan air mata begitu Spanyol sukses menggondol piala pada akhirnya.

Malang bagi Italia, nasib mereka tak tertolong saat pemain pengganti ketiga mereka Thiago Motta terpincang-pincang karena cedera hamstring hanya empat menit setelah dia dimasukkan ke lapangan. Ini membuat Italia harus bermain dengan 10 orang selama 30 menit terakhir pertandingan.

Italia sendiri mendominasi penguasaan bola ketimbang Spanyol pada awal babak pertama, namun tatkala mereka sukses mengendus gol, Iker Casillas justru tampil mempertahankan rekor cemerlangnya tidak kemasukan lebih dari satu gol dalam babak knockout pada satu turnamen dalam 10 kali laga berturut-turut.

Kiper Spanyol ini juga menggapai tonggak lainnya dengan menciptakan rekor kemenangan 100 kali selama membela timnasnya.

Satu-satunya tim yang tiga kali sukses berturut-turut menjuarai turnamen besar adalah Argentina kala negara ini memenangi Copa America pada 1945, 1946 dan 1947 ketika turnamen ini digelar setiap tahun.

Tapi prestasi ini tidak bisa disandingkan dengan pencapaian Spanyol yang merengkuhnya di tengah tuntutan-tuntutan rumit di era sepakbola modern.

Tak tahu bagaimana Spanyol malah tidak hanya mampu mengatasi tuntutan-tuntutan itu tetapi juga telah meningkat jauh di atas tuntutan-tuntuan itu.  (*)